Ragam Tinju: Rahasia Kemenangan Muhammad Ali Atas George Foreman

Penulis: Hanif Rusli
Senin 31 Okt 2016, 18:01 WIB
Ragam Tinju: Rahasia Kemenangan Muhammad Ali Atas George Foreman

Muhammad Ali merebut kembali gelarnya yang dicopot karena menolak ikut Perang Vietnam

Ligaolahraga.com -

Ligaolahraga – Ragam Tinju: Tanggal 30 Oktober 1974, Muhammad Ali membuat kejutan dengan meng-KO George Foreman di ronde kedelapan, merebut kembali gelar juara dunia kelas berat yang direnggutnya secara paksa akibat menolak ikut Perang Vietnam pada 1967.

Padahal Ali tak difavoritkan menang melawan petinju yang membuat Joe Frazier dan Ken Norton tak berdaya, dua lawan yang mengalahkannya. Frazier dipukul jatuh Foreman enam kali sebelum menyerahkan gelar juaranya di ronde kedua. Norton yang dikenal tahan pukul pun menyerah dalam dua ronde.

Lalu apa rahasia kemenangan Ali dalam pertarungan bertajuk “Rumble in the Jungle” itu? Satu kemungkinan faktornya adalah karena duel itu dilaksanakan pada pukul 4 dinihari. Seperti pengakuan teman-temannya, Ali selalu dalam kondisi “on” di pagi hari.

Entah itu berlari menelusuri perbukitan di kamp latihannya di Deer Lake, menulis puisi, ataupun menelepon kerabat dekatnya dengan suara lembut di tahun-tahun terakhir kehidupannya. Bagi Ali, pagi hari menjadi saat-saat paling produktif bagi dirinya.

Pembuktian paling nyata terlihat dalam pertarungan melawan Foreman ketika di pagi hari, pukul 04.23, Ali mendaratkan pukulan straight kanan keras yang meng-KO Foreman di Kinshasa, Zaire. Penulis biografinya, Thomas Hauser, mengatakan momen tersebut “lebih menginspirasi kegembiraan dunia ketimbang pencapaian olahraga lainnya dalam sejarah.”

Salah satu saksi hidup kemenangan Ali adalah Gene Kilroy, manajer bisnisnya, yang hampir tiap hari mengunjungi kediaman Ali dan keluarganya di Arizona. Suatu kali, Kilroy mendatangi rumah Ali yang merayakan ultahnya yang ke-74. Mereka kemudian menonton rekaman pertarungan versus Foreman.

“Saya katakan kepada Ali bahwa George ingin pertarungan ulang,” kata Kilroy, tersenyum. “Dia menengok ke arah saya dan matanya menyala, kemudian dia berbisik, ‘Dia tidak akan mendapatkannya’. Dia amat suka menonton rekaman pertarungan-pertarungannya.”

Kilroy masih sering merinding kala ingat dirinya memasuki ruang ganti Foreman beberapa menit sebelum pertarungan untuk melihat tangan sang juara dibalut dengan perban. “Ketakutan terbesar saya adalah seandainya Ali terluka,” kata Kilroy. “Seberapa bagus rumah sakit di Zaire?”

Karena pertimbangan itu, Kilroy ingin mereka menyiapkan pesawat dan terbang ke Prancis seandainya Ali harus dirawat. Namun, dengan penuh percaya diri, Ali mengatakan, “Jangan khawatirkan saya, khawatirkan George.” Kepercayaan diri Ali tersebut, kata Kilroy, dipupuk oleh keyakinannya sebagai seorang Muslim.

Dua faktor yang kurang diketahui juga terhitung penting. Persiapan Ali untuk duel ini secara kebetulan terbantu oleh penundaan yang membuatnya tetap terisolasi di desa N’Sele, sekitar 40 mil di luar Kinshasa di dekat Sungai Zaire selama 55 hari sebelum pertarungan.

“Jika pertarungan itu dilaksanakan di Amerika, dia tidak akan sebugar seperti saat di Zaire,” kata Kilroy. “Berada di Zaire, di mana orang-orang tak mengerubutinya, menariknya kesana-kemari, sangatlah membantu. Kami punya koki kami sendiri, desa kecil kami sendiri. Rasanya seperti satu keluarga besar yang bahagia.”

Ali menjalani rutinitas hariannya di Zaire seperti ini: berlari pada pukul 4 pagi, sarapan, menonton film, tidur siang, sesi latihan sore di sasana buatan, makan malam, lalu berjalan-jalan di sepanjang sisi sungai, sebelum tidur pada pukul 10 malam.

Pada hari pertarungan, dia bangun pada pukul 2 dinihari dan diantar sebuah bus bersama rombongannya ke Stade Du 20 Mai, yang sudah penuh sesak oleh 60 ribu penonton. “Semua orang melambaikan tangan kepadanya,” kenang Kilroy ketika Ali berjalan memasuki ring. “Dia benar-benar sangat tenang.”

Ketenangannya itu terlihat saat Foreman memerlukan waktu cukup lama untuk keluar dari ruang gantinya. Di tengah teriakan 'Ali bomaye' (Ali bunuh dia), lebih dari 20 menit berlalu sejak Ali masuk ring dan pertarungan dimulai. “Dia bahkan tidak akan peduli walau Foreman baru keluar satu jam kemudian,” kata Kilroy.

Taktik Ali versus Foreman menjadi kisah legendaris. Dia lebih banyak bersandar pada tali ring dan membiarkan Foreman memukulinya habis-habisan. Tapi yang juga sama pentingnya adalah keagresifan yang Ali tunjukkan pada ronde-ronde awal pertarungan.

Menjelang berangkat ke stadion, Ali ingin berbincang lewat telepon dengan Cus D’Amato, pelatih legendaris yang nantinya memupuk Mike Tyson sebagai juara dunia kelas berat termuda. “Cus adalah mentor tinju Ali,” ucak Kilroy.

D’Amato mengatakan kepada Ali bahwa Foreman itu seorang “bully”. Jadi penting bagi Ali untuk melontarkan pukulan pertama dengan “maksud yang jahat” untuk menjadikan kekuatan Foreman sebagai kelemahannya. “Rasa takut itu seperti api, bisa membakar seluruh rumah, atau memasak masakan Anda,” kata D’Amato.

Ali juga memupuk kepercayaan dirinya dengan menyaksikan rekaman video saat Foreman membantai Frazier. Kilroy mengatakan, “Ketika Foreman menjatuhkan Joe, George meletakkan tangannya pada tali ring di sudut netral. Ali berkata, ‘Tak ada stamina. Tunggu sampai dia mendengar ronde enam, tujuh, delapan’.”

Selanjutnya, tentu saja, adalah sejarah. Ali memang menumbangkan Foreman di ronde delapan. Sejam setelah pertarungan, hujan turun. Ali dan sang istri Belinda kembali ke N’Sele di kursi belakang mobil Citroen dengan rombongan mengikuti dengan bus.

“Suasananya seperti kembalinya pasukan yang menang perang,” kenang Ferdie Pacheco, dokter Ali. “Sepanjang jalan menembus hutan, orang-orang berjajar di pinggir jalan sembari menggandeng anak-anak mereka, menunggu Ali di tengah guyuran hujan.”

Sementara Ali merayakan kemenangan, Foreman malah meratapi kekalahannya. Banyak yang menilai Foreman menyebabkan dirinya sendiri terlalu lelah untuk berdiri saat dipukul jatuh Ali. Tapi, dalam buku memoarnya, ‘God in My Corner’, dia mengaku ada hal lain yang membuatnya lelah.

Menurut Foreman, pelatihnya memberikan minuman yang terasa seperti obat. Dia hampir meludahkannya keluar dan menghardik pelatihnya karena tahu ada obat dalam minumannya. “Setelah ronde ketiga, saya begitu lelah seolah-olah saya sudah bertarung 15 ronde,” tulisnya. Misteri itu tak pernah terjawab.

Artikel Tag: Muhammad Ali, George Foreman, Tinju

Published by Ligaolahraga.com at https://www.ligaolahraga.com/tinju/ragam-tinju-rahasia-kemenangan-muhammad-ali-atas-george-foreman
18970  
Komentar

Terima kasih. Komentar Anda sudah disimpan dan menunggu moderasi.

Nama
Email
Komentar
160 karakter tersisa

Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar disini