Mantan Pemain NBA Jason Collins Ungkap Perjuangan Hadapi Kanker Otak

Jason Collins menceritakan bagaimana glioblastoma stadium 4 datang begitu cepat dan mengubah seluruh hidupnya dalam hitungan pekan. (Foto: AP)
Jason Collins, mantan center NBA yang dikenal sebagai pemain aktif pertama yang secara terbuka mengakui dirinya gay, kini menghadapi pertarungan paling berat dalam hidupnya.
Dalam kisah yang ia sampaikan sendiri, Collins menceritakan bagaimana glioblastoma stadium 4—salah satu bentuk kanker otak paling agresif—datang begitu cepat dan mengubah seluruh hidupnya dalam hitungan pekan.
Cerita itu dimulai beberapa bulan setelah pernikahannya dengan Brunson Green pada Mei.
Saat bersiap menghadiri US Open, Jason Collins tiba-tiba tak mampu berkonsentrasi, hingga mereka ketinggalan pesawat—sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya.
Gejala-gejala aneh itu memburuk, dan ketika menjalani CT scan, hanya butuh lima menit bagi teknisi untuk menghentikan pemeriksaan dan memanggil spesialis.
Hasilnya: sebuah tumor besar dengan bentuk “butterfly,” tanda khas glioblastoma yang telah menjalar ke kedua sisi otak.
Dalam hitungan jam, kemampuan fokus, memori jangka pendek, dan pemahaman Collins merosot tajam.
Keluarganya menggambarkan keadaannya seperti “Dory” dalam Finding Nemo.
Ketika hasil biopsi keluar, kondisi terlihat semakin kritis: tumor multiforme dengan tingkat pertumbuhan 30%, cukup untuk membahayakan nyawanya dalam beberapa minggu jika tidak segera diobati.
Lebih buruk lagi, tumornya bersifat “wild type,” penuh mutasi yang membuatnya kebal terhadap terapi standar.
Namun Jason Collins menolak menyerah. Ia menjalani pengobatan agresif—Avastin, radiasi, kemudian kemoterapi khusus—dan sedikit demi sedikit keluar dari “kabut” mentalnya.
Dari harus didorong kursi roda menuju sesi radiasi pertama, ia kembali mampu berjalan dalam beberapa hari.
Pada Oktober, ia sudah mulai berjalan kecil di sekitar rumah, memegang kembali ponselnya, dan mulai mempelajari semua tentang penyakit yang ia hadapi.
Sebagai mantan atlet, Collins melihat penyakit ini sebagai tantangan.
Ia membandingkannya dengan menghadapi Shaquille O’Neal di masa jayanya—sebuah tugas besar, tetapi bukan alasan untuk panik.
Dorongan terbesar datang dari saudara kembarnya, Jarron, yang menatapnya dan berkata, “Kamu harus berjuang.”
Karena tumornya tidak bisa dioperasi, Collins mencari terapi alternatif di luar standar.
Ia kini menjalani pengobatan di Singapura menggunakan teknologi EDV: semacam “kuda Troya” yang membawa kemoterapi melewati penghalang darah-otak untuk langsung menyerang kanker.
Tujuannya adalah menahan pertumbuhan tumor hingga imunoterapi yang dipersonalisasi dapat dibuat untuknya.
Meski prognosis rata-rata penyakitnya hanya 11–14 bulan, Collins memilih jalur pengobatan yang mungkin tak menyelamatkannya, tetapi bisa membuka jalan bagi pasien lain di masa depan.
Baginya, seperti ketika ia memutuskan untuk hidup terbuka pada 2013, perjuangan ini mungkin membantu orang lain yang tak pernah ia temui.
Dengan humor, keteguhan, dan keberanian, Jason Collins menutup ceritanya: siapa pun yang mengenalnya tahu satu hal—ia bukan orang yang mudah diremehkan dalam pertempuran apa pun.
Artikel Tag: Jason Collins
Published by Ligaolahraga.com at https://www.ligaolahraga.com/basket/mantan-pemain-nba-jason-collins-ungkap-perjuangan-hadapi-kanker-otak

Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar disini