Ragam Tinju: Mengenang Howard Bingham, Fotografer Pribadi dan Sahabat Terdekat Muhammad Ali
Howard Bingham (kiri) dan Muhammad Ali
Ligaolahraga – Ragam Tinju: Kamis lalu, pada 15 Desember, Howard Bingham – fotografer pribadi dan mungkin sahabat terdekat Muhammad Ali – tutup usia di usia 77 tahun. Tidak diumumkan penyebab kematiannya, namun beberapa bulan terakhir, kesehatannya menurun setelah menjalani dua kali operasi kanker.
Dalam jalinan persahabatan yang terbentang lebih dari separuh abad, Bingham mengabadikan ratusan ribu foto Ali. Dari momen-momen kejayaan sang juara dunia tiga kali kelas berat di atas ring, sampai saat-saat pribadi “The Greatest” di rumah bersama keluarganya.
Dia memotret seorang kampiun muda berwajah ganteng yang tengah bersiap untuk duel perebutan gelar juara pertamanya melawan Sonny Liston pada 1964. Kemudian, bertahun-tahun kemudian, Ali yang menua, tangan bergetar akibat penyakit Parkinson, bersiap menyalakan obor Olimpiade 1996.
Dia mengabadikan Ali yang menyambut semua orang dari bekas Presiden AS Bill Clinton, Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela, sampai pemimpin Black Muslim Malcolm X. Bingham pun berada di sana bersama kameranya ketika fans-fans mengerubuti Ali di jalanan.
Walaupun lebih dikenal sebagai fotografer Ali, Bingham juga punya karier yang gemilang sebagai seorang pekerja paruh waktu. Dia memotret kerusuhan rasial pada 1967 di Detroit dan berada di Konvensi Nasional Demokrat di Chicago pada 1968 ketika pecah perkelahian antara pendemo dan polisi.
Pada 1960-an, dia sukses membangun kepercayaan dengan kelompok nasionalis kulit hitam Black Panther Party, sehingga para anggota BPP memberi kebebasan kepada Bingham untuk memotret kegiatan mereka – termasuk persediaan senjata mereka – untuk rencana sebuah tulisan feature di Majalah Life.
Ketika artikel itu tidak dipublikasikan – “Mereka jadi ketakutan,” ujar Bingham kepada harian Los Angeles Times – dia memasukan foto-foto tersebut dalam bukunya yang berjudul “Howard L. Bingham\'s Black Panthers 1968” yang terbit pada 2009.
Kata sahabat lama sekaligus agennya, Harlan Werner, Bingham merupakan salah satu tukang cerita terbesar pada masanya. “Anda menyaksikan sejarah lewat foto-foto yang diabadikannya,” ujar Werner. “Dan foto-foto itu sendiri, benar-benar luar biasa.”
Publik tak pernah menyaksikan sejumlah foto terbaik Ali, kata Werner lagi, karena Bingham tak ingin orang-orang menganggap dirinya menangguk keuntungan dari persahabatannya dengan Ali. Namun Bingham sempat menerbitkan sebuah buku memoar foto berjudul \"Muhammad Ali: A Thirty-Year Journey” pada 1993.
Bingham memulai kariernya pada 1962 sebagai tukang potret untuk Los Angeles Sentinel, sebuah koran Afro-Amerika kecil, dan suatu hari dia ditugaskan meliput seorang petinju muda berbakat yang saat itu dikenal dengan nama Cassius Clay dalam sebuah konferensi pers untuk rencana duel Ali melawan George Logan.
“Saya tidak pernah mendengar nama Cassius Clay, yang menjadi nama Ali saat itu. Namun saya datang ke konferensi pers, memperkenalkan diri saya, mengabadikan beberapa foto, dan kemudian pergi,” ceritanya. Sore itu, saat mengendarai mobil ke pusat kota, dia melihat dua orang di pojokan jalan Fifth and Broadway.
Ternyata itu adalah Ali dan adiknya, Rudolph. “Saya bertanya apakah mereka ingin ke suatu tempat karena sepertinya mereka sedang menunggu bis, tapi mereka berkata tidak. Mereka mengaku hanya menonton para wanita berlalu-lalang.”
Jadi Bingham menawarkan mereka untuk ikut berkendara bersamanya, Ali dan adiknya mengiyakan. Setelah menyelesaikan tugasnya, dia membawa Ali dan Rudolph bermain boling, bersantap malam di rumah ibundanya, dan beberapa tempat lainnya. “Kami akrab dengan cepat,” katanya.
Itulah awal dari persahabatan yang terus bertahan sampai Ali menghembuskan napas terakhir pada Juni silam.
Sulung dari tujuh bersaudara, Bingham dilahirkan di Mississippi pada 29 Mei 1939 dan pindah ke Los Angeles saat anak-anak. Dia kemudian menempuh pendidikan di Compton Community College, namun tak lulus kelas fotografi. Dia menyalahkan dirinya yang terlalu banyak bersenang-senang dan tidak giat belajar.
Namun Bingham melamar sebagai seorang fotografer untuk Sentinel beberapa tahun kemudian, dan setelah permintaan berulang-ulang, dia akhirnya diangkat sebagai pegawai. Tapi pada awalnya, hasil jepretannya selalu jelek. “Saya selalu punya alasan apa yang membuat foto saya jelek,” ujarnya.
Pada akhirnya, dia dianggap sudah cukup mumpuni sebagai forografer untuk kemudian dikirim untuk meliput kegiatan Ali.
Pada 1988, Ali meminta bantuan Thomas Hauser untuk menuliskan biografinya yang berisikan kisah terbaru kehidupan Ali sekaligus membetulkan kesalahan-kesalahan dalam otobigrafi “The Greatest: My Own Story” karya Richard Durham pada 1976.
Buku baru biografi Ali ini berjudul “Muhammad Ali: His Life and Times”. Bingham memegang peran krusial dalam melakukan riset dan penulisan bukunya. Dia yang menyiapkan wawancara-wawancara, mengedukasi Hauser soal nuansa kehidupan Ali dan membelanya dari serangan Herbert Muhammad, bekas manajer Ali. “Dia malaikat pelindung saya,” aku Hauser.
Saat naskah draft pertama buku itu selesai dibuat, Hauser mengusulkan kepada Ali bahwa dia ingin mendedikasikan buku tersebut kepada Bingham. Ali senang. “Saya lega kamu paham betapa baiknya Howard itu,” ujarnya.
Ali dan sang istri Lonnie, Bingham dan Hauser berkumpul di rumah Ali di Berrien Springs, Michigan, untuk membacakan keras-keras kata demi kata dalam naskah itu. Tujuannya adalah untuk memastikan buku itu akurat secara faktual. Lonnie dan Hauser yang akan membacakan semuanya dengan satu syarat.
Hauser pun meminta Ali yang membacakan halaman dedikasi buku itu. Ali berdiri, berdehem, dan dengan sangat jelas membawa, “Untuk Howard Bingham, tak ada yang seperti dirinya.”
“Itu lelucon, kan?” kata Bingham. Ali menggelengkan kepala dan memperlihatkan halaman dedikasinya. Bingham mulai menangis.
Belakangan pada hari itu, mereka akhirnya mendapatkan untaian kalimat yang sesuai untuk halaman dedikasi itu: “Semua orang berkata saya mencintai orang-orang. Jadi adillah jika saya katakan saya punya sahabat terbaik di dunia, dan orang itu adalah Howard Bingham. Dia tak pernah meminta apapun. Dia selalu ada di sana ketika seseorang memerlukannya. Tak ada yang seperti dirinya. Dia yang terbaik. Dan jika kalian menuliskan itu, saya tak ingin Howard mengira saya menjadi lembek, jadi tuliskan bahwa dia pun beruntung saya menjadi temannya. Dan katakan kepadanya, sayalah satu-satunya orang di dunia yang menyukainya.”
Artikel Tag: Muhammad Ali, Howard Bingham, Thomas Hauser, Lonnie, Tinju