Pertunjukan Jake Paul Belum Usai: Kemana Kariernya Setelah Di-KO Joshua?
Di usia hampir 29 tahun dan dengan 14 laga profesional, Jake Paul berada di persimpangan sulit. (Foto: Fight TV)
Kekalahan KO pada ronde keenam dari Anthony Joshua di Miami tidak menandai akhir karier tinju Jake Paul.
Justru sebaliknya, duel kelas berat yang timpang itu membuka babak baru yang paling rumit sekaligus paling menentukan dalam perjalanan sang influencer yang beralih menjadi petinju profesional.
Sejak laga melawan Joshua diumumkan, banyak pengkritik berharap mantan juara dunia kelas berat dua kali itu akan “mengakhiri” eksperimen tinju Jake Paul.
Secara teknis, hal itu hampir terjadi. Paul kalah kelas, dijatuhkan empat kali, dan mengakhiri laga dengan rahang patah akibat pukulan kanan keras Joshua.
Namun, seperti yang kemudian ditegaskan Jake Paul, karier tinjunya masih jauh dari selesai.
“Saya akan kembali, bertarung melawan petinju di kelas saya, dan suatu hari mengejar gelar juara dunia cruiserweight,” ujar Paul. Ia juga mengisyaratkan akan beristirahat sejenak setelah enam tahun beraktivitas tanpa henti.
Menariknya, bahkan kubu Joshua tidak menganggap laga itu sebagai akhir cerita.
Promotor Eddie Hearn memberikan respek penuh, menyebut bahwa pukulan terakhir Joshua bisa merobohkan banyak petinju kelas berat sekalipun.
Joshua sendiri bahkan menyebut Paul masih berpotensi kembali pada 2026 melawan nama besar lain.
Namun, justru di sinilah persoalan terbesar Paul muncul: ke mana arah kariernya selanjutnya? Di usia hampir 29 tahun dan dengan 14 laga profesional, Paul berada di persimpangan sulit.
Ia tak bisa begitu saja “mundur” dengan kembali melawan petarung MMA atau lawan yang jelas berada di bawah levelnya, setelah nekat naik ring menghadapi mantan raja kelas berat.
Di sisi lain, terlalu berani memilih lawan elite berpengalaman juga berisiko menghentikan momentumnya.
Ambisi Jake Paul untuk merebut gelar dunia cruiserweight pun penuh tantangan.
Para juara di kelas itu—seperti Jai Opetaia, Gilberto “Zurdo” Ramirez, atau Noel Mikaelian—bukan nama besar secara komersial, namun mereka juara karena kualitas nyata di atas ring.
Menghadapi mereka berarti mengorbankan sisi hiburan demi kemajuan olahraga, sesuatu yang selama ini coba diseimbangkan Paul dengan cermat.
Pertarungan melawan Joshua juga menimbulkan kritik tajam soal gaya bertarungnya.
Banyak yang menilai strateginya—terus bergerak, menghindar, dan minim serangan—tidak menghibur, jauh berbeda dari citra “showman” yang selama ini ia bangun.
Namun di balik itu, Paul menunjukkan satu hal penting: daya tahan mental. Ia terus bangkit dari knockdown, menolak menyerah, meski jelas berada di luar kedalamannya.
Para pengkritik mungkin akan terus mencibir, sementara para penggemarnya tetap setia menunggu. Namun satu hal pasti: Paul masih magnet besar bagi tinju modern.
Apakah ia akan mengejar legitimasi sebagai penantang gelar dunia, atau kembali memilih laga kontroversial bernilai bisnis tinggi, sepenuhnya bergantung pada keputusan berikutnya.
Yang jelas, pertunjukan Jake Paul belum berakhir—ia baru saja memasuki fase paling krusial.
Artikel Tag: Jake Paul