Kanal

Penyesalan, Refleksi dan Luka dari Perpisahan Klay Thompson dengan Warriors

Penulis: Hanif Rusli
20 Des 2025, 07:40 WIB

Klay Thompson (kiri) dan Stephen Curry. (Foto: AP)

Kepergian Klay Thompson dari Golden State Warriors bukan sekadar perpindahan pemain, melainkan akhir dari sebuah era yang sarat emosi, kenangan, dan pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab.

Bagi Stephen Curry, perpisahan itu masih terasa ganjil.

Setiap kali menonton Dallas Mavericks bermain, matanya secara refleks mengikuti pergerakan Thompson di lapangan—kebiasaan yang terbentuk selama lebih dari satu dekade bersama.

Curry mengakui ada momen-momen kecil yang membuat realitas perpisahan itu benar-benar terasa.

Dari obrolan polos putranya hingga kenangan sederhana di lorong arena Warriors, semuanya menjadi pengingat betapa spesialnya kebersamaan Curry, Thompson, dan Draymond Green—trio yang pernah bermimpi pensiun bersama setelah meraih empat gelar NBA.

Kini, mimpi itu tinggal wacana.

Cedera menjadi titik balik utama karier Klay Thompson. Robekan ACL pada 2019 disusul cedera Achilles pada 2020 membuatnya absen dari basket NBA selama 941 hari.

Meski ia kembali dan membantu Warriors juara pada 2022, dampak jangka panjang cedera itu mengubah dinamika hubungannya dengan manajemen.

Thompson merasa telah mengorbankan segalanya untuk organisasi, namun perlahan dipandang sebagai “barang rusak”—sebuah persepsi yang menyisakan luka.

Negosiasi kontrak yang buntu pada 2023 memperlebar jarak.

Warriors disebut menawarkan perpanjangan dua tahun senilai 48 juta dolar AS, namun pihak Thompson meragukan keseriusan tawaran tersebut.

Menjelang free agency 2024, komunikasi nyaris terhenti. Warriors fokus mengejar target lain, sementara Klay Thompson merasa tak lagi menjadi prioritas.

Dari situlah, keputusan untuk mencari rumah baru diambil—meski ia merasa didorong keluar secara halus.

Pertemuan kembali dengan Curry dan Green di Dallas musim lalu menjadi momen katarsis.

Makan malam sederhana di rumah Thompson menegaskan satu hal: persahabatan mereka tetap utuh, meski seragam telah berbeda.

Namun di lapangan, emosi lama kembali menyala.

Klay Thompson tampil penuh determinasi saat menghadapi Warriors, merayakan kemenangan dengan luapan perasaan yang mencerminkan betapa dalam luka perpisahan itu.

Di Dallas, Thompson mencoba “menciptakan ulang” dirinya.

 Peran sebagai starter tak bertahan lama, namun kali ini ia menerima keputusan turun ke bangku cadangan dengan lebih tenang.

Ia menemukan kembali sentuhan tembakannya dan berdamai dengan fase senja karier—bahkan menikmati peran mentor bagi pemain muda.

Meski hubungannya dengan mantan rekan setim tetap hangat, perasaannya terhadap manajemen Warriors masih dingin.

Namun sejarah 12 tahun tak mudah dihapus. Curry berharap cerita ini tak berakhir pahit seperti kisah Scottie Pippen di Chicago.

Ia bahkan membayangkan satu hari nanti Thompson kembali, setidaknya untuk menutup karier di San Francisco.

Apakah reuni itu akan terjadi? Thompson mengaku tak tahu.

Yang jelas, perpisahan ini menyisakan penyesalan dan refleksi—namun juga penghormatan pada warisan besar yang tak akan pudar.

Artikel Tag: klay thompson

Berita Terkait

Berita Terpopuler Minggu Ini

Berita Terbaru