Chen Minyi, Si Juara Paralimpiade Yang Pendiam Namun Pemberani
Pemanah China Chen Minyi melupakn kegembiraan setelah memastikan kemenangan setelah nomor W1 perorangan putri di Paralimpiade Paris pada Sabtu (31/8). (Foto: AP)
Chen Minyi menyukai panahan karena sangat cocok untuknya karena dia seorang gadis yang pendiam. Namun ia juga memiliki hati yang pemberani, yang membuatnya mampu mengatasi pukulan kedua dalam hidupnya untuk menjadi juara Paralimpiade.
Atlet asal China berusia 33 tahun ini terlahir dengan keterbatasan fisik. Sama seperti ayah dan saudara laki-lakinya, ia tidak dapat berjalan karena kelemahan otot pada kakinya.
"Saya tidak pernah berpikir bahwa saya sangat tidak beruntung, tetapi saya merasa saya berbeda dengan anak-anak lain ketika saya masih kecil," kata Chen Minyi setelah mempertahankan gelar juara Paralimpiade di Paris pada hari Sabtu (31/8).
Namun Chen merasa beruntung ketika ia diperkenalkan dengan panahan pada 2009. "Saya merasa sangat cocok dengan olahraga ini, karena saya adalah orang yang pendiam. Panahan memberi saya kesempatan untuk tenggelam dalam dunia saya sendiri. Semakin dalam saya membenamkan diri, semakin baik performa saya. "
Namun, latihannya sangat membosankan. Lengannya selalu terasa sakit dan terkadang dia tidak bisa tidur karena rasa sakit. Namun, ia tidak pernah berpikir untuk meninggalkan olahraga ini.
Chen Minyi berkembang pesat dan menjadi juara nasional setelah dua tahun berlatih. Namun, kehidupannya yang menjanjikan sebagai atlet para-panah mengalami pukulan berat karena kecelakaan mobil pada 2015.
"Saya berhenti berlatih memanah selama dua tahun dan tidak melakukan apa-apa selama periode waktu tersebut," kata Chen yang mengalami cedera serius pada lengan kirinya. "Saya merasa hancur dan kehilangan."
Berkat saran dari seorang pelatih, Chen kembali berlatih memanah dan pindah ke kategori kompetisi lain.
Latihannya bahkan lebih keras. "Kekuatan lengan kiri saya tidak sebagus sebelumnya. Saya merasa busurnya jauh lebih berat."
Biasanya, Chen berlatih enam jam sehari dengan sekitar 300 anak panah, enam hari dalam sepekan. Dia memimpikan liburan di Dali, Yunan, tapi dia tidak pernah mengeluh saat berlatih setiap hari.
"Karena memanah, saya dapat memiliki pandangan yang lebih luas tentang dunia," kata Chen. "Orang tua saya juga mendorong saya untuk keluar. Mereka berkata, 'jangan jadi katak dalam tempurung'."
Pada final hari Sabtu, Chen Minyi bermain di atas angin sejak babak pertama melawan Sarka Musilova dari Republik Ceko, lawan yang sama yang ia temui di final Tokyo Games tiga tahun lalu.
Namun, semifinal melawan Kim Ok-geum dari Korea Selatan yang berusia 64 tahun sempat membuat Chen takut.
"Saya tahu skor kami selama pertandingan dan saya tahu kami seri sebelum tembakan terakhir," kata Chen. "Untuk sesaat, saya sempat berpikir bahwa saya akan kalah, tetapi saya terus mengatakan pada diri saya sendiri 'jangan menyerah'."
"Saya mencoba mengatur napas dan mengatakan pada diri sendiri untuk tetap tenang," kata Chen yang berhasil mencetak skor 9 pada anak panah terakhirnya, sementara Kim gagal mencapai target di bawah tekanan.
Chen Minyi mengatakan bahwa ia menangis di podium di Tokyo dan ia masih merasa emosional kali ini.
Chen mengatakan bahwa ia tidak terlalu memperhatikan sorak-sorai penonton saat upacara penghargaan, tetapi fokus pada bendera nasional yang berkibar.
"Saya hampir menangis ketika mereka memainkan lagu kebangsaan. Itu momen yang besar bagi saya."
Artikel Tag: Chen Minyi